Nama
saya Klara. Sebelumnya saya adalah anak yang berasal dari keluarga yang
harmonis dan serba kecukupan. Tapi segalanya berubah ketika Papa menikah lagi
dengan sekretarisnya. Mama syok! Tidak menyangka laki-laki yang dikenalnya baik
selama ini ternyata telah mengkhianati cintanya. Mama menjadi depresi berat.
Berhari-hari kerjanya cuma mengurungkan diri di kamar. Mas Jay melarikan diri
ke pergaulan sesat yang telah mengajarinya nge-drugs dan pesta obat-obatan.
Setiap malam Mbak sarah keluyuran dari satu diskotik ke diskotik lainnya. Dia
sering bolos kuliah untuk nongkrong dengan ganknya di cafe-cafe. Tinggallah
saya, si bungsu, yang tidak tahu mau ngapain di rumah besar itu. Saya tidak
tahan dengan penderitaan Mama. Kecewa dengan sikap Mas Jay dengan Mbak Sarah
yang telah melarikan diri dari kenyataan. Marah dengan Papa yang telah
menyebabkan semuanya berubah seperti ini. Saya beranggapan Papa-lah yang harus
bertanggungjawab. Berkali-kali menghubungi Papa. Namun hanya kekecewaan yang
selalu saya dapati. Papa seperti tidak peduli lagi. Saya sudah tak tahan lagi. Saya pikir dengan meneguk
racun adalah jalan satu-satunya buat saya melepaskan diri dari beban ini. Saya
ingin bebas...
“Gila!” Maki Yovi tidak tahan lagi. Siapa juga yang tidak punya kerjaan ngarang cerita
ini? Ini pasti perbuatan iseng teman-temannya. Cuma mau ngerjain dia aja.
Brengsek!
“Lo
jangan asal nuduh dong. Yov, Mas Pono sih orangnya pengertian. Dia tahu kok
kesusahan kita kalo lagi dikejar deadline tugas. Lagian Mas Pono sendiri sering
juga kok ngalamin kejadian yang aneh-aneh. Ssst, lo jangan bilang siapa-siapa
yah, Yov. Mas Pono tuh suka ngeliat bayangan wanita cantik di kamar mandi.”
“Ihhh.” Yovi langsung merinding. Dia
jadi takut tugas malam. Padahal kalo tugas sebagai asisten lab di kelas malam honornya lebih besar
ketimbang kelas pagi.
“Mangkanya jangan-jangan file itu dibuat oleh wanita cantik itu.
Yov, gue liat dong,” Dani makin penasaran.
“ Lo gak kuliah?” Yovi melirik jam
tangannya
“Bentar aja deh. Bu Ningrum suka telat
kok datangnya. Yuk, cepetan! Entar gak kebagian komputer lagi,” Dani langsung
membayar minuman mereka. Bergegas Yovi mengikuti langkah Dani.
Yovi mengisi password-nya. Sengaja dia
telah menggantinya dengan yang baru. Agar tak seorang pun dapat memasuki
homenya. Lalu diketiknya ‘Ndir’ seperti biasanya. Yovi bengong. File yang
bernama Klara telah lenyap!
Yovi mengamati kesibukan
teman-temannya. Tapi tak seorang pun dapat dicurigai telah memasuki home-nya
dan menghapus file itu.
Bergegas Yovi mencari Dani di ruang
santai para ketua dan asisten melepaskan lelah. Ada yang sedang menikmati makan
siangnya, baca koran, ngegosip atau ngitung sfitt. Dilihatnya Dani sedang
membaca sebuah buku komputer di pojok ruangan.
“Dan, file itu hilang,” bisik Yovi.
“Masak sih?” Kan dua hari yang lalu
kita baru aja baca isi file itu” Dani menutup bukunya.”Lo yakin?”
“Suer! Ada yang masuk ke home gue lagi.
Dan. Kacau deh! Masak ada yang tahu password gue yang baru. Gawat, pasti ada
yang bisa nyuri modul-modul program gue.”
“Tenang dong, Yov. Lo yakin gak ngapus
file itu? Siapa tau tanpa sengaja lo udah ngapus file itu?” Tanya Dani serius.
“Aduuuuuh, Dani. Gue yakin banget belom
ngapus. Lagian buat apa gue ngapus toh gak mengganggu” Sanggah Yovi.
“Ya, udah kita ke lab aja, yuk! Kita
selidiki,” Dani telah menarik tangannya masuk ke lab.
Dani membetulkan letak kacamatanya yang
melorot. Dilihatnya dengan teliti file-file yang ada di home Yovi. Tapi file
itu tetap lenyap! Tidak tahu siapa yang telah menghapusnya.
“Gimana kalo kita cari file dengan
menggunakan ‘searching’ usul Dani. Tapi nihil! File bernama Klara itu tetap
saja hilang.
“Kalo misalnya file itu udah dihapus
kenapa gak kita batalin dengan menggunakan ‘undelete’.?”
“Aduh, Yovi. Jangan mentang-mentang lo
bingung jadi ngawur gitu. Mana bisa file yang telah terhapus kita batalin lagi.
Kecuali kalo CPU-nya belum dimatin," jelas Dani. Yovi mengangguk-angguk bego.
“Ya udah deh cuekin aja file itu, Yov.
Paling-paling juga kerjaan anak-anak. Lo pura-pura aja gak tahu soal file itu,”
usul Dani.
“Tapi kayaknya gak ada yang nyinggungin
soal file itu deh, Dan. Kalo emang mereka mo ngerjain gue senggak-enggaknya kan
nyindir-nyindir soal file Klara itu. Mereka kok pada adem ayem aja?”
“Udah deh, Forget it! Itu
aja dipikirin,” Dani tak mau pusing soal itu. Dia lebih suka berpikir yang
praktis-praktis aja.
“Iya
deh,” akhirnya Yovi ikutan cuek juga.
Yovi melompati pagar pembatas yang
tingginya cuma selutut Yovi. Disapanya Pak Ali, satpam kampus, yang masih setia
tugas di pos penjagaan. Padahal sekarang sudah jam sembilan malam.
Yovi naik ke lantai empat. Suasana lab
telah sepi. Nyali Yovi langsung ciut. Dia berharap ada yang ngelembur di lab
ngerjain tugas. Tapi tumben tak ada siapa-siapa. Bahkan Mas Pono pun telah
pulang. Malah menitipkan kunci lab padanya. “Capek” jawabnya ketika ditanya
Yovi.
Yovi telah memasuki home-nya.
Dipusatkan perhatiannya pada tugas makalah Kewiraan-nya. “Busyet! Banyak banget”
makinya melihat tumpukan bahan-bahan makalahnya yang akan dia ketik.
Tiba-tiba kesunyian menyergapnya. Bulu
kuduk Yovi merinding. Dia teringat cerita Dani. Ihhhh! Cepat-cepat diketik
makalahnya. Sebelum tengah malam dia sudah harus pindah, tekadnya.
Untung kosnya terletak disamping
kampusnya. Jika dia perlu ke lab ini kapan saja tidak ada masalah. Seperti sekarang
ini, komputernya masih juga rusak, tugas bejibun dan para dosen tidak perduli
dengan kesulitan mahasiswanya. Yang penting tugas sudah harus dikumpul.
Konsennya
pecah oleh dering telepon. Brengsek! Siapa juga yang iseng nelepon kesini? Yovi
berlagak cuek. Siapa tahu yang nelepon itu adalah..... Ihhhh, Yovi merinding
lagi. Ingat kejadian yang dialami Ucok.
Yovi menarik napas lega begitu telepon
tidak berdering lagi. Disavenya makalah itu. Dia jadi boring ama pekerjaannya.
Iseng-iseng dilistnya daftar file-file yang telah dibuatnya.
Jantungnya berdebar-debar. Dia
tersentak kaget. Dikenakan kacamatanya untuk meyakinkan. File bernama Klara itu
muncul lagi. Mendadak tangannya dingin. Tapi dibukanya juga file itu.
Isinya sama seperti yang dulu. Persis.
Tidak ada yang berubah sedikit pun. Yovi geleng-geleng kepala tidak mengerti
mengapa file yang hilang itu muncul kembali?
Tiba-tiba telepon berdering nyaring.
Yovi menoleh kaget. Dipandangi benda terkutuk itu dengan penuh makian.
Angkat-jangan-angkat-jangan... Telepon berdering lagi. Kali ini lebih panjang.
“Haloo”, sebuah suara lembut menyapanya halus. Lutut Yovi gemetar saking
syoknya. Jangan-jangan yang nelepon wanita cantik yang dilihat Mas Pono di
kamar mandi lab itu. “Halo, siapa nih?” Suara itu terdengar tak sabar.
"Disini
Fiska.“
Oh elo, Fis”, Yovi menarik napas lega. “Ada apa kok malem-malem?”
"Yovi, yah?
Sorry Yov, udah gangguin kamu. Gue mo nyari Kak Yosep, udah pulang belom?
Soalnya penting! Buku gue kebawa Kak Yos padahal besok gue tes. Bahannya dari
buku itu.”
“Udah pulang tuh, Fis. Disini cuma ada
gue doang. Yang lainnya udah pulang.”
“Lo sendirian, Yov? Gila berani baget,”
suara Fiska terdengar kagum. “Lo gak pernah denger cerita anak-anak yah, Yov?”
“Udah deh jangan nakut-nakutin gue. Gak
ngaruh,” kata Yovi sok cuek. Padahal sih kalo Fiska tahu Yovi udah setengah
mati ketakutan.
“Iya deh. Good luck aja yah.... Gue
tunggu cerita lo besok. Daaahhh!” Yovi membanting telepon gusar. Ugh, kirain
siapa! Tanpa peduli dilanjutkan lagi pekerjaanya.
Setengah jam kemudian telepon
berdering lagi. Nyaring. Yovi melirik jam tangannya. Tepat tengah malam. Sial!
Dia masih harus mengedit makalahnya.
Ini pasti telepon dari... Yovi
menggeleng. Sok cuek. Sok konsen sama pekerjannya. Padahal jantungnya makin
berdebar-debar.
Tiba-tiba di layar monitor muncul
sebuah pesan. “Kok teleponnya gak diangkat-angkat? Saya pegel nih nungguinnya." Mata Yovi melotot. Siapa juga yang iseng ngerjain dia maelm-malem gini?
Telepon berdering lagi. Yovi menatap
kecut banda itu. Nyalinya mendadak ciut. Akhirnya diangkat juga setelah
menghimpun kekuatan.
“Halo, Lab-Mi disini,” suaranya berubah
wibawa
“Halo, Yovi yah? Klara nih....”
“Kla.. ra?,” lidahnya kelu.
Tenggorokannya mendadak kering.
Iya, Klara. Yang buat file itu. Klara
juga yang ngapus file itu sementara soalnya Klara gak suka Yovi ngasih tau ama
yang lain. Cukup cuma Yovi aja yang tau.
“Klara, sebetulnya kamu itu siapa sih?
Jangan nakut-nakutin saya dong!” Bentak Yovi panik plus jengkel. Keberaniannya telah timbul
kembali.
Terdengar suara tawa panjang menakutkan.
Lalu berubah menjadi suara rintihan yang menyayat hati. Bulu kuduk Yovi
berdiri. Dia jadi curiga. Jangan-jangan Klara ini yang suka ‘gangguin’
teman-temannya. Wanita cantik yang dilihat Mas Pono di kamar mandi.
Yovi membaca doa-doa. Dia harus tenang.
Dia harus melawan ketakutan itu.
“Kamu, ‘penghuni’ di Lab ini, ya?” Tanya Yovi hati-hati.
Diam. Tidak ada sahutan. Kesunyian
tiba-tiba menyergapnya. Angin dingin menyentuh kulit Yovi. Seakan ada orang di
belakan Yovi.
“Tolong, jangan ganggu kami lagi. Saya berdoa
semoga arwah kamu tenang di sisi Tuhan. Amin....”
Mata Yovi terpejam. Ditutupnya
home telepon secepat mungkin.
Ditunggunya lagi siapa telepon
itu berdering lagi. Yovi waspada siapa tau kejadian aneh yang
menimpanya. Tapi sepuluh menit berlalu. Suasana lab terlihat sunyi senyap.
Tidak ada kejadian apa–apa.
Yovi menarik napas lega. Makalahnya telah selesai di-edit. Sebelum nge-print, dia mengambil air wudhu.
Menunaikan shalat isya. Diakhir shalat dia
berdoa untuk Klara. Agar arwahnya diterima oleh Tuhan. Semoga diampuni dosa–dosanya dan diterima amal kebaikannya selama di dunia, Amin YRA...
*****
0 komentar:
Posting Komentar